Mengenal Consent

Girls Speak Up, Youth Articles

1, September 2020

Angka kekerasan di Indonesia mengalami peningkatan hampir setiap tahun, dilansir dari CATAHU 2020 oleh Komnas Perempuan tercatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, selain itu tercatat dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%), dengan kata lain meningkat hampir 8 kali lipat. Prevelensi yang sangat tinggi.

Kekerasan sendiri didefinisikan oleh WHO sebagai bentuk penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan, atau perampasan hak.

Menurut Mufti Makarim (2012), kekerasan adalah perlakuan atau tindakan yang dipandang tidak menyenangkan, tidak manusiawi, bertentangan dengan norma dan nilai tertentu atau hukum, serta sesuatu yang bertentangan dengan kehendak diri kita. Berdasarkan defenisi di atas terdapat kalimat kunci yang perlu digaris bawahi yaitu adanya penggunaan kekuasaan dan bertentangan dengan kehendak diri, kedua hal ini merujuk pada adanya ketimpangan relasi kuasa dan tidak adanya consent.

Consent dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai persetujuan.

KBBI mendefenisikan persetujuan adalah pernyataan menyetujui, pernyataan sepakat antara ke dua belah pihak. Adapun defenisi lain dari consent adalah memberikan izin kepada orang lain untuk mengakses segala sesuatu yang bersifat kepemilikan pribadi.

Consent adalah hal yang sangat penting, dimana menjadi basis dari hubungan yang sehat dan setara. Ketika tidak ada persetujuan atau consent antara satu pihak kepada pihak lainnya maka akan menimbulkan kerugian.

Consent sangat erat kaitannya dalam relasi antara individu yang satu dengan yang lain, termasuk relasi romantis. Consent dalam relasi romantis sering dianggap suatu hal yang tidak perlu, karena sering dianggap menjalin relasi romantis berarti berhak penuh juga atas ranah privat pasangan, padahal itu adalah kekeliruan besar yang mana di dalam relasi tersebut akan sangat berisiko terjadi kekerasan.

Sebagai individu yang merdeka setiap orang berhak penuh atas ranah pribadinya salah satunya adalah tubuh. Individu juga berhak menentukan batasan-batasan yang hanya diakses oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk memahami consent.

Founder @_perEMPUan, Rika Rosvianti dalam Webinar Mitos vs Fakta Kekerasan Seksual yang diadakan oleh Girls Leadership Academy Indonesia pada Sabtu, 15 Agustus 2020, menekankan tiga prinsip utama consent yaitu:

Tubuh dan segala sesuatu yang telah kita tentukan sebagai ranah pribadi adalah milik kita, bagian yang tidak dapat diakses oleh orang lain

Oleh karena itu individu lain di luar diri kita harus meminta izin jika hendak mengakses ranah pribadi kita, begitu pun juga sebaliknya, kita harus menghormati ranah pribadi orang lain.

Contoh: Kita harus secara sadar meminta izin kepada pasangan kita, ketika hendak mencium atau mengakses ranah pribadi seperti gawai, buku harian dan lain sebagainya.

Consent berlaku dalam keadaan sadar

Hal ini merujuk pada keadaan bebas dari pengaruh alkohol atau tidak dalam keadaan mabuk, tidak dalam pengaruh obat-obatan, tidak sedang tidur, tidak dalam tekanan serta manipulasi.

Contoh: Kita tidak dapat mengatakan pasangan kita memberikan consent, ketika consent tersebut diminta dengan tindakan manipulasi sambil memberikan pernyataan “Kamu kalau gak cium aku, kamu gak sayang aku”.

Disposable

Mengandung maksud bahwa consent yang diberikan berlaku pada satu tindakan dalam satu satuan waktu tertentu, tidak dapat digunakan di luar waktu yang telah disepakati. Bersifat spesifik.

Contoh: Ketika kita meminta ijin untuk menggunakan laptop teman kita hari ini untuk mengirim email, artinya laptop tersebut hanya digunakan untuk mengirim email di hari tersebut, tidak untuk menonton film, atau dapat digunakan kembali esok harinya.

Selain tiga prinsip utama tersebut di atas, ada pun beberapa hal penting, yang erat sekali dengan consent.

Komunikasi

Relasi antar dua orang atau lebih dalam relasi romantik maupun relasi lainnya, hendaknya memiliki komunikasi yang baik. Komunikasi dalam hal ini adalah menanyakan batasan-batasan pribadi pasangan, sehingga ketika hendak mengakses harus meminta consent. dengan bertanya kita menjadi tahu.
Gestur bukan Consent.

Dalam sebuah relasi, seringkali gestur diartikan sebagai pernyataan setuju. Consent adalah ketika berkata “Ya” dengan antusias tanpa paksaan. Senyum, dan gerak tubuh yang diberikan saat meminta izin tanpa kata “Ya” bukan berarti setuju.

Consent dapat ditarik kapan pun tergantung pada pemberi consent

Hal ini berarti individu pemberi consent dapat mengatakan tidak atau berhenti pada saat penerima consent mengakses ranah pribadi.
Contoh sederhananya adalah kita dapat mengatakan stop saat sedang berciuman, ketika kita merasa tidak aman dan nyaman.

Consent harus disertai informasi

Hal ini berarti kedua belah pihak paham betul atas apa yang akan disepakati atau disetujui bersama, sederhananya adalah kedua belah pihak memiliki persepsi yang sama atas apa yang dilakukan serta risiko-risikonya.

Consent adalah bagian penting dalam relasi kita dengan orang lain, oleh karena itu sudah seharusnya menjadi kewajiban kita untuk menghargai batasan orang lain, baik itu orang tua, teman hingga pasangan kita. Mereka adalah orang-orang merdeka, kita tidak berhak atas batasan pribadi yang telah mereka tentukan.

Mulailah dengan meminta izin dan selalu bertanya dari sekarang, menanyakan apakah foto pasanganmu bisa diunggah di sosial media atau tidak misalnya.

Share to

Girls Leadership Academy © 2020