Mengenal Literasi Digital

Girls Unlimited, Internet & Social Media

9, July 2020

Survei “we are social” yang dirilis di tahun 2020 ini, menunjukkan bahwa penetrasi internet di Indonesia kembali meningkat. Jika di tahun sebelumnya, penetrasi internet masyarakat Indonesia hanya 56%, maka di tahun 2020 ini naik menjadi 64%. Tentu cukup tinggi, karena berada di atas 50%.

Di survei yang lain, IDN Research Institute bekerjasama dengan Alvara Research Centre menemukan bahwa 79% milenial yang disurvei telah membuka HP, satu menit setelah mereka bangun dari tidur. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa secara kuantitas dan intesitas pengaksesan internet masyarakat Indonesia terbilang tinggi. Namun, bagaimana dengan kualitas? Sudahkah kita terliterasi digital atau sudahkah kita melek digital?

Tapi sebelumnya, apakah literasi digital itu? Literasi adalah kata yang digunakan untuk menerangkan kondisi “tercerahkan” atau melek akan sesuatu. Jadi, literasi digital adalah kemampuan untuk menggunakan teknologi digital untuk menemukan, menilai dan menganalisis, serta menyampaikan kembali informasi yang didapat melalui platform digital. Artinya dengan literasi digital, kita sedang melakukan upaya untuk menyeimbangkan antara kuantitas dan kualitas dalam bermedia digital, sedang berupaya untuk bijak dan bajik dalam bermedia.

Pengetahuan tentang dunia digital yang mumpuni dapat membantu kita dalam memilih dan memproteksi diri dari informasi yang tidak bermanfaat, juga aktivitas lain yang berbahaya di dalamnya.

Bagaimanapun, memasuki dunia digital, serupa memasuki hutan rimba. Kita bisa saja mengidentifikan tumbuhan juga binatang yang kita temui saat ini, namun jika terus berjalan akan ada banyak hal lain yang tidak bisa kita tebak dan menakar bahayanya. Di dunia digital, informasi terus berkembang, berbagai kemampuan teknis diterjemahkan dalam bahasa pemograman, algoritma tersusun sedemikian rupa, dan kejahatan tentu ada dan merajalela di sana.

Hal ini yang menjadi alasan mengapa kemampuan mengembangkan pengetahuan dalam bermedia digital itu penting dan mendesak, mengapa memproteksi diri itu amatlah krusial, mengapa keamanan digital juga tidak boleh disampingkan, dan lain-lain.

Sebagai contoh, kasus Maya Estianty di tahun 2019 yang mengalami pembobolan di akun Gojek miliknya, hasilnya ia mengalami kerugian yang tidak sedikit. Dan ternyata, telah ada ribuan kasus serupa yang tercatat di kepolisian. Kasus-kasus semacam ini adalah contoh betapa aktivitas kita di dunia digital perlu terus ditingkatkan perlindungannya.

Namun, literasi digital bukan hanya tentang upaya perlindungan. ICT Watch pernah merilis kerangka literasi digital di Indonesia. Kerangka yang dirancang berdasar pengalaman menggiatkan aktivitas “Internet Sehat” sejak tahun 2002 ini, terdiri atas proteksi, hak-hak, dan pemberdayaan.

Terkait hak (rights) dalam bermedia digital, perlu diingat bahwa meskipun di dunia digital, hak untuk berpendapat, hak atas kekayaan intelektual, dan lain-lain tetap perlu dihormati. Sedangkan untuk konsep pemberdayaan, tentu akan ada banyak pengotimalan fungsi di internet yang bisa dilakukan. Seperti memanfaatkan internet untuk kebutuhan berwirausaha, mengorganisir orang banyak untuk berbagi manfaat sosial, dan banyak lagi.

Jadi, literasi digital adalah skill dan pengetahuan yang membuat kita bisa lebih menyikapi perkembangan dunia digital dengan bertanggung jawab. Terlebih ketika diperhadapkan dengan situasi pandemi corona yang sedang melanda dunia. Di saat banyak aktivitas harus dialihdaringkan, otomatis intensitas bermedia digital menjadi semakin tinggi. Di tengah aktivitas yang riuh inilah, kita perlu meningkatkan pengetahuan berdigital kita.

Share to

Girls Leadership Academy © 2020