Menyikapi Konten Pornografi dan Pelecehan Seksual yang Mungkin Terjadi

Internet & Social Media

11, July 2020

Semesta digital itu amatlah luas. Ada banyak informasi yang bisa ditemukan di dalamnya, terlepas dari baik atau buruknya informasi tersebut. Salah satu yang terserak luas di internet adalah konten-konten pornografi.

Bentuknya macam-macam, mulai dari tulisan, foto, audio, juga video. Konten ini bisa ditemukan di banyak platform, seperti di situs abal-abal, game online, media sosial, dan banyak lagi.

Tentu internet menyajikan banyak kemudahan bagi orang-orang yang memang niatannya ingin menyebarluaskan konten-konten pornografi secara serampangan, tanpa melihat umur. Hal ini yang berbahaya.

Pengguna internet juga banyak yang masih kanak-kanak dan banyak dari mereka yang mengakses internet tanpa pandampingan dari orang tua. Bisa dibayangkan, akses berinternet yang didapatkan anak-anak tanpa diimbangi dengan pengetahuan seks alamiah manusia, tentu akan berdampak negatif bagi mereka jika menemukan konten pornografi saat berselancar.

Banyak ahli pun mengamini bahwa konten pornografi yang dinonton berulangkali dapat memberikan efek kecanduan. Kecanduan bisa berdampak paling buruk, yaitu mencoba mempraktikkan adegan yang dilihat. Tentu dalam hal ini, yang dimaksud bukanlah orang yang sudah menikah. Sehingga, mempraktikkan adegan yang dilihat dari konten pornografi adalah masalah, terlebih jika dilakukan dengan cara pemaksaan pada orang lain.

Polanya, berawal dari ketidaksengajaan, berujung kerugian fatal untuk diri sendiri dan orang lain. Misalnya dalam bentuk perbuatan pelecehan dan kekerasan seksual. Dan tentu yang sangat disayangkan, kebanyakan yang menjadi korbannya adalah perempuan.

Dalam Catatan Akhir Tahun (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), terjadi pelonjakan kasus yang signifikan pada pengaduan kejahatan siber. Jika di 2018, ada 97 kasus, maka di tahun 2019 terdapat 281 kasus.

Kejahatan siber terbanyak yang dilaporkan adalah ancaman dan intimidasi penyabaran foto dan video porno korban. Meski tidak ada data yang menunjukkan bahwa semua kasus ini berawal dari terpaan konten pornografi di Internet, namun dapat dilihat bahwa kejahatan siber yang menimpa perempuan jumlahnya terus meningkat.

Lantas, apa yang bisa dilakukan agar kita tidak menjadi sasaran empuk para produsen konten pornografi? Banyak. Sebagai remaja perempuan, diantaranya, kita bisa melakukan proteksi ganda pada setiap platform digital yang kita miliki agar keberadaan konten yang mengganggu bisa diminimalisir, mengoptimalkan penggunaan fitur pelaporan pada berbagai platform yang digunakan jika menemukan konten yang melanggar asusila, dan tentu jangan takut untuk mencari pertolongan professional ketika mengalami pelecehan di dunia digital.

Selain itu, berkaitan dengan berbagai tindakan pelecehan, tidak ada kata terlambat untuk meningkatkan pemahaman akan otoritas tubuh agar kita tidak melakukan pemakluman pada tindakan yang dianggap kecil dan sepele namun sebenarnya mengarah pada pelecehan. Juga, kita perlu untuk selalu memahami bahwa ruang digital seringkali dijadikan ruang untuk menghukum dan mengancam orang lain. Contohnya, catahu Komnas Perempuan di atas.

Lalu, apa yang bisa dilakukan institusi keluarga agar akses internet tidak berujung pada aktivitas merugikan orang lain di dunia nyata, ataupun di dunia maya? Jika kita adalah ibu, kita bisa memulai dengan memberikan pendidikan digital (literasi digital) yang mumpuni untuk anak-anak, membekali anak-anak dengan pengetahuan akan tubuh mereka secara proporsional, juga memberikan pemahaman akan otoritas tubuh orang lain dan tentu memahamkan anak akan setiap konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan, membuka ruang dialog untuk anak, dan banyak lagi.

Kontributor: Adriyani Ayu

Share to

Contact Us

  • 08119450033
  • [email protected]
    • Gedung Menara Duta, Lantai 2.
    • Jl. HR. Rasuna Said, Kav b9, Kuningan, Jakarta Selatan 12910 Indonesia

Girls Leadership Academy © 2020