Sarjana Perikanan Belajar Pemrograman

Youth Articles

6, August 2021

Sebuah kursi panjang empuk berbalut kain bermotif bunga berwarna merah seolah ingin terus memeluk. Ia terlihat berdiri kokoh di dalam ruangan bersama TV 21 inchi. Saya pasrahkan diri untuk menempatkan raga di atasnya. Sembari mengusap layar HP ke atas dan ke bawah. Yang harganya hanya satu jutaan.

Ketika pandemi mulai menyerang, tidak ada yang bisa dilakukan selain duduk manis di dalam rumah mengikuti anjuran. Begitu pula dengan saya, hanya menghabiskan jatah kuota internet bulanan.

Seketika pandangan saya terhenti kepada sebuah feed instagram yang bertuliskan “Beasiswa Pemrograman”. Tanpa pikir panjang, saya beralih untuk membuka aplikasi perambah dan mulai mengetikkan link huruf demi huruf. Mengikuti alur registrasi yang hanya membutuhkan No. HP, e-mail dan foto KTP.

Pikiran saya melalang buana kembali kepada masa-masa indah di bangku kuliah, mengikuti proyek berbau teknik dan informatika. Teringat ulang akan blog pribadi dengan tampilan ala kadarnya. Hasil copy-paste kode untuk sedikit memperbaiki beranda. “Saya tertarik untuk belajar pemrograman web”, pikir saya. Saat dihadapkan pilihan beragam jenis kelas programming yang tampak membuat sengsara. Hati saya terpaut kepada web programming dan tetek-bengeknya.

Tanpa ada seleksi, saya resmi dinyatakan sebagai peserta. Kegiatan dilaksanakan berbasis daring seluruhnya, sehingga saya semakin asyik rebahan dan tak ingin keluar rumah. Gejolak semangat begitu membara, saya persiapkan buku bersampul abu-abu sisa sekolah SMA. Saya goreskan pena hitam, biru dan merah diatasnya. “Wah, mudah juga”, sekejap anggapan terlintas segera saat memasuki materi HTML dan CSS yang menjadi ciri khasnya.

Saya begitu menikmati dan mengerahkan seluruh waktu serta tenaga untuk belajar pemrograman. Tatkala tiba pada JavaScript yang dikenal sebagai otak dari pemrograman web. Saya hanya bisa mengernyitkan dahi sembari menggaruk-garuk kepala. “Ini dia, welcome to the jungle”, pikir saya. Kesulitan terus meningkat, tetapi saya menggemarinya.

Tahap dasar sudah saya lalui, selanjutnya menuju tingkat pertengahan. Sudah jelas jika materi terasa semakin sukar. Walaupun saya terhitung lambat untuk segera menuntaskan. Namun saya tetap gigih asal berada di jalan yang benar. Berlatih membuat mesin pencari buku, klub sepak bola dan jam sederhana. Meskipun terasa memuakkan, saya harus lahap habis setiap materi yang tersedia. Tidak terasa, perjalanan selama satu hingga dua bulan telah saya telusuri walau tak mudah.

Kemudian saya menerima sebuah notifikasi e-mail tawaran mengikuti beasiswa pemrograman web tingkat lanjut. Karena kali ini, ada tahapan seleksi, saya berserah bukan karena pesimis, tetapi sadar diri akan kemampuan. Selang beberapa bulan, saya memperoleh pemberitahuan lolos seleksi. Bingung rasanya, hati gembira beradu dengan ketakutan yang menggelora. Pertanyaan dari dalam diri muncul tiba-tiba, “akankah saya bisa melewatinya?”

Ternyata kali ini saya ingin menyerah saja. Begitu mengetahui bahwa hanya sedikit kaum hawa yang terhimpun. Belum lagi ketika menengok nama para peserta yang berakhiran S.T (Sarjana Teknik) dan S.Kom (Sarjana Komputer). Hanya gelar saya yang terasa asing di dunia pemrograman, yaitu S.Pi (Sarjana Perikanan).

Nyali saya semakin menciut sewaktu membaca materi pertama. Belum lagi memperhatikan para peserta yang begitu giat mengerjakan proyek yang diberikan. “Saya gak kuat, otak saya gak sampai”, saya hanya bisa meneteskan air mata. Saya kumpulkan keberanian untuk menghubungi panitia dan memutuskan untuk mengundurkan diri. Sayangnya, saya harus membayar penalti sebesar jutaan rupiah apabila berhenti di tengah jalan. Tidak ada cara lain selain menghadapi segala rintangan daripada kehilangan uang yang tidak sedikit itu.

Bermodalkan PC (personal computer) tua dari tahun 2015, saya mengulang berkali-kali mencoba memahami kata demi kata. Tidak terasa air kembali mengalir dari kedua sudut mata. “Ah, kamu lemah, gini aja gak bisa, ayo semangat”, ucapan terlontar dari mulut berusaha menguatkan diri.

Tidak hanya berserah menerima keadaan, sudah banyak cara yang saya coba. Mulai dari menghubungi teman lulusan Teknik Informatika untuk sekadar memberikan arahan. Serta membaca penjelasan dan menonton tutorial yang mayoritas menggunakan Bahasa Inggris. Jika boleh mengibaratkan diri-sendiri dengan pepatah maka, “sudah jatuh, tertimpa tangga pula”.

Di kelas ini, saya mengantongi beberapa kali kegagalan. Dari tiga tugas yang diberikan, saya menerima hampir lima kali penolakan dari setiap tugasnya. Bisa dibayangkan sudah lima belas kali saya merasakan revisi untuk tiga proyek.

Saya yakin jika dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Benar saja, Tuhan menghadirkan sosok makhluk yang saya anggap sebagai malaikat kecil, yaitu mentor dari program belajar ini. Walaupun ia masih duduk di bangku SMK, ia dengan sabar membimbing saya yang lebih tua sebagai peserta ‘bermasalah’. Hingga tiba saatnya saya bisa lulus dan menyelesaikan kelas tidak melebihi tenggat waktu.

Disaat wabah berlangsung, rasa syukur muncul karena bisa belajar hal baru yang masih sangat asing bagi saya. Meskipun mungkin pemrograman terlihat ‘tidak berguna’ bagi seorang sarjana perikanan, namun saya yakin jika tidak ada pengetahuan yang tidak bermanfaat dan saya berharap jika suatu hari nanti bisa mengulang kembali belajar pemrograman web agar lebih memantapkan ilmu.

Share to

Contact Us

  • 08119450033
  • [email protected]
    • Gedung Menara Duta, Lantai 2.
    • Jl. HR. Rasuna Said, Kav b9, Kuningan, Jakarta Selatan 12910 Indonesia

Girls Leadership Academy © 2020